BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman-firman Allah
SWT, yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, dan membacanya bernilai ibadah. Al-Qur'an berfungsi sebagai
petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
Setiap muslim tentu menyadari bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci
yang merupakan pedoman hidup dan dasar setiap langkah hidup. Jauh sebelum ada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dewasa ini Al-Qur’an telah
mendorong umat manusia untuk melakukan kajian terhadap seluruh alam ini, dan
terhadap segala yang ada di dalamnya, dengan berbagai perumpamaan.[1]
Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menceritakan hal-hal yang
samar dan abstrak. Sehingga manusia tidak mampu mencernanya jika hanya
mengandalkan akalnya saja. maka sering kali ayat-ayat tersebut diperumpamakan
(di Tamsilkan) dengan hal-hal yang
konkret agar manusia mampu memahaminya.[2]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Amtsal Al-Qur’an?
2.
Apa
saja jenis-jenis Amtsal dalam Al-Qur’an?
3.
Apa
faedah Amstsal?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Amtsal Al-Qur’an
2.
Untuk
mengetahui jenis-jenis Amtsal dalam Al-Qur’an
3.
Untuk
mengetahui faedah Amstsal
BAB II
Amtsal Al-Qur’an
A.
Pengertian Amtsal
Al-Qur’an
Secara bahasa Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal
yang artinya sama atau serupa.[3]
Dilihat dari segi wazannya kata matsal, mitsl, dan matsil
serupa dengan syabah, syibh, dan syabih, baik lafadh maupun
maknanya.[4]
Menurut
Abdul Djalal secara bahasa Amtsal terbagi menjadi tiga macam:
1. Bisa berati perumpamaan, gambaran, atau perserupaan;
2. Bisa diartikan kisah atau cerita, jika keadaan amat asing dan aneh;
3. Bisa juga berarti sifat, atau keadaan
atau tingkah laku yang mengherankan pula.[5]
Adapun secara Istilah menurut para ahli sastra adalah ucapan yang banyak
disebutkan yang telah biasa dikatakan orang dimaksudkan untuk menyamakan
keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan sesuatu yang dituju. Misalnya
firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat ke-21:
ù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $pkæ5ÎôØtR Ĩ$¨Z=Ï9 óOßg¯=yès9 crã©3xÿtGt
Artinya:
“...Itulah perumpamaan-perumpamaan yang Kami buat untuk manusia
supaya mereka berfikir”.[6]
Adapun menurut Ibn Qayyim Amtsal adalah
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan
mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang kongkrit. Salah satu contohnya
ialah Q.S. Yunus ayat 24:
$yJ¯RÎ) ã@sWtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# >ä!$yJx. çm»uZø9tRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$#
Artinya:
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti
air (hujan) yang Kami
turunkan dan langit”. [7]
Kata masal juga digunakan untuk
menunjukkan arti “keadaan” dan kisah yang menakjubkan”. Dengan pengertian
inilah ditafsirkan kata-kata “masal” dalam sejumlah besar ayat. Seperti firman
Allah dalam surat Muhammad ayat 15:
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ
غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَارٌ
Artinya:
“(Apakah) masal surga yang
didalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya…”
Maksudnya, kisah dan sifat surga yang sangat mengagumkan.[8]
Beradarkan uraian di atas mengenai definisi Amtsal
maka dapat ditarik benang merah bahwa Amtsal berarti keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan sesuatu yang dituju, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang
kongkrit, serta kisah-kisah yang menakjubkan.
B. Jenis-Jenis Perumpamaan dalam
Al-Qur’an
Secara garis
besar, Amtsal Al-Qur’an terbagi menjadi dua. Pertama
perumpamaan yang disebutkan secara jelas dan tegas. Imam Jalaluddin as-Suyuthi
dalam al-Itqaan menyebutnya sebagai matsal zhahir musharrah bih. Sedangkan
yang kedua disebutkan secara tersirat (matsal kaamin). Namun apabila
diamati secara seksama maka amtsal Al-Qur’an bisa dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Al-amtsal Al-musharrahah
Al-amtsal
Al-musharrahah, yaitu perumpamaan yang jelas
yang di dalamnya terdapat lafazh matsal atau lafazh lain yang
menunjukkan arti persamaan atau perumpamaan.[9] Amtsal jenis
ini banyak terdapat dalam al-Qur’an. Seperti yang terdapat dalam surat
al-Baqarah ayat 261:
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y @Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ïè»Òã `yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOÎ=tæ
Artinya:
“Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Dalam ayat ini dijelaskan
keuntungan besar bagi orang-orang yang mau berinfak dengan menyamakannya
terhadap orang yang menanam 1 butir biji yang kelak menghasilkan 700 butir
biji. Penyamaan pahala orang yang infak dengan hasil tanaman pada ayat ini
jelas menggunakan lafazh matsal (مَثَلُ
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ أَمْوَالَهُمْ…). Dalam
ayat ini yang disamakan adalah keuntungan.
2. Al-amtsal Al-kaaminah
Al-amtsal Al-kaaminah, yaitu yang didalamnya
tidak disebutkan dengan jelas lafazh tamsil (perummamaan), akan
tetapi artinya menunjukkan arti perumpamaan yang indah, menarik, dalam
kepadatan redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada
yang serupa dengannya. [10]
Salah satu contoh Al-amtsal
Al-kaaminah adalah sebagaimana ungkapan yang disebutkan orang Arab yang
berupa خَيْرُ الْأُمُوْرِ أَوْسَطُهَا (sebaik-baiknya perkara adalah
tengah-tengah). Ungkapan ini merupakan hasil perumpamaan dari beberapa ayat Al-Qur’an,
di antaranya: [11]
Surat al-Baqarah ayat 68:
إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا
فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ…
Artinya:
“…Bahwa sapi betina
itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu…”
Surat al-Furqan ayat
67:
وَالَّذِينَ إِذَا
أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Artinya:
“Dan orang-orang
yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak
(pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.”
Surat al-Israa’ ayat
29:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ
مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ
مَلُومًا مَحْسُورًا
Artinya:
“Dan janganlah
kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
Surat al-Israa’ ayat 110:
…وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ
ذَلِكَ سَبِيلًا
Artinya:
“…Katakanlah: “Dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”
Begitu juga masih
banyak ungkapan orang-orang arab yang merupakan hasil perumpamaan al-Qur’an.
3. Al-amtsal Al-mursalah,
Al-amtsal Al-mursalah, yaitu beberapa jumlah kalimat yang bebas yang tidak jelas tanpa menggunakan
lafazh tasybih. Al-amtsal al-mursalah ini adalah beberapa ayat
al-Qur’an yang berlaku sebagai perumpamaan. [12] Contohnya seperti dalam surat Yusuf ayat 51: [13]
قَالَتِ امْرَأَةُ
الْعَزِيزِ الْآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ…
Artinya:
“…Berkata isteri
Al-Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu…”
Begitu juga pada surat
al-Baqarah ayat 216:
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا
شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ
لَكُمْ…
Artinya:
“…Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu…”
Begitu juga pada surat
Al-Najm ayat 58:
}§øs9 $ygs9 `ÏB Èbrß «!$# îpxÿÏ©%x.
Artinya :
“Tidak ada yang
menyatakan terjadinya hari itu selain Allah”.
Begitu juga pada surat
Al-Isra’ ayat 84:
ö@è% @@à2 ã@yJ÷èt 4n?tã ¾ÏmÏFn=Ï.$x©
Artinya:
“Katakanlah,
tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya masing-masing”.
C. Faedah-faedah Amtsal Al-Qur’an
Apabila diamati
berbagai macam dan contoh Amtsal dalam Al-Qur’an, maka
ditemukan bahwa pengungkapan Amtsal dalam Al-Qur’an mempunyai
banyak faedah. Di antara faedah-faedah tersebut adalah:
1. Menampilkan sesuatu yang abstrak (yang hanya bisa digambarkan dalam
pikiran) ke dalam bentuk sesuatu yang konkrit (material) yang dapat dirasakan
indera manusia, sehingga akal dapat menerima pesan yang disampaikan oleh
perumpamaan itu. Karena makna yang abstrak bisa jadi membuat hati masih ragu
maka perlu adanya penggambaran dalam bentuk konkret agar mudah dicerna. [14] Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 264:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ
وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ
وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا…
Artinya:
“Hai orang-orang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di
atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia
bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan…”.
Dalam ayat tersebut,
hilangnya pahala sedekah (abstrak) yang disebabkan riya’ (pamer)
disamakan dengan hilangnya debu di atas batu licin (konkret) yang disebabkan
hujan. [15]
2. Dapat mengungkapkan kenyataan dan bisa mengkongkritkan hal yang abstrak.[16] Contohnya
seperti dalam surat al-Baqarah ayat 275:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ
مِنَ الْمَسِّ…
Artinya:
“Orang-orang yang
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila…”.
Ayat di atas adalah
menceritakan keadaan pemakan riba ketika bangkit dari kubur kelak pada hari
kiamat. Keadaan mereka pada saat itu yang masih gaib diserupakan dengan keadaan
orang gila yang kemasukan setan. [17]
3.
Menghimpun makna yang menarik
lagi indah dalam ungkapan yang singkat padat, sebagaimana yang terdapat
dalam amtsal kaaminah amtsal mursalah, dan
sebagainya.[18]
Contohnya seperti dalam surat Al-mukminun ayat 53:
@ä. ¥>÷Ïm $yJÎ/ öNÍköys9 tbqãmÌsù
Artinya:
“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi
mereka (masing-masing).”
4. Mendorong
orang untuk beramal dan menimbulkan minat dalam ibadah dengan melaksanakan
hal-hal yang dijadikan perumpamaan yang menarik dalam al-Qur’an.[19] Contohnya seperti dalam surat al-Baqarah ayat 261:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ
حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ
وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ.
Artinya:
“Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Dengan adanya
iming-iming lipat gandanya pahala bagi orang menafkahkan hartanya di jalan
Allah dengan menyerupakannya kepada keuntungan besar yang diraih seseorang
dalam menanam biji-bijian maka manusia akan terdorong untuk beramal. [20]
5. Dapat menjauhkan seseorang dari perbuatan tercela yang dijadikan
perumpamaan dalam Al-Qur’an, setelah dipahami kejelekan perbuatan tersebut. [21]Seperti tentang larangan bergunjing dalam surat al-Hujurat ayat 12:
وَلَا يَغْتَبْ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ…
Artinya:
“…Dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di
antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya….”
Manusia pasti akan merasa jijik dan tidak suka memakan
daging orang lain yang telah meninggal. Karena itulan Allah SWT menyamakan
perbuatan menggunjing orang lain dengan hal tersebut agar manusia menjauhi
perbuatan tercela itu. [22]
6. Untuk memuji sesuatu yang dicontohkan, seperti pujian Allah kepada para
sahabat Rasulullah dalam surat al-Fath ayat 29:
…ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ
فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ…
Artinya:
“…Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min)…”
Dalam ayat ini Allah
para sahabat Rasul. Pada permulaan Islam, kaum yang mau beriman hanyalah
sedikit, tidak lebih dari 10. Namun dalam waktu yang terbilang singkat, yaitu
23 tahun, para sahabat jumlahnya menjadi sangat banyak dan mampu menaklukkan
kaum musyrikin dalam peristiwa fathu Makkah. [23]
7. Digunakan untuk mencela. Ini menggambarkan sesuatu yang menjadi perumpamaan
yang dianggap buruk oleh manusia. [24] Seperti keadaan orang yang
dikaruniai kitabullah tetapi ia tersesat hingga ia tidak mengamalkannya, dalam
surat al-A’raf ayat 176:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ
أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا…
Artinya:
“Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu,
tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah,
maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya
dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami…”
Dalam mencela
orang-orang yang berilmu namun mereka tetap cenderung kepada dunia dan
mengikuti hawa nafsunya, Allah menyerupakan mereka dengan anjing yang selalu
menjulurkan lidahnya. [25]
8. Pesan yang disampaikan melalui amtsal lebih berpengaruh
pada jiwa, lebih mantap dalam menyampaikan nasihat atau peringatan (larangan)
serta lebih serta lebih dapat memuaskan hati.[26] Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam surat az-Zumar ayat 27:
وَلَقَدْ ضَرَبْنَا
لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْءَانِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya telah
Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya
mereka dapat pelajaran”.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas tentang Amtsal
Al-Qur’an, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Amtsal al-Qur’an adalah menampakkan pengertian yang
abstrak dalam bentuk yang indah dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam
bentuk tasybih maupun majaz mursal (ungkapan bebas).
2. Amtsal al-Qur’an terdiri dari beberapa jenis diantaranya Al-amtsal Al-musharrahah, Al-amtsal Al-kaaminah, Al-amtsal Al-mursalah.
3. Adapun faedah mempelajari Amtsal
Al-Qur’an yang terpenting adalah mendorong manusia untuk melakukan
amal ibadah dan mencegahnya melakukan hal-hal yang dibenci oleh agama serta
menggambarkan hal-hal abstrak dengan hal-hal yang nyata agar pemahamannya
semakin mantap dalam hati manusia sehingga manusia dapat mengambil pelajaran
dari Al-Qur’an dengan mengambil hal-hal yang baik serta menjauhi hal-hal yang
buruk demi mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, selain itu Amtsal
al-Qur’an juga lebih mampu dinalar karena hal-hal yang masih abstrak
diumpamakan dengan nyata dan indah sehingga lebih mengena di hati.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Djalal, 2008. Ulumul Qur’an, cet. 3, Surabaya: Dunia
Ilmu.
Fuad kauma, 2004. Tamsil
Al-Qur’an: Memahami Pesan-pesan Moral dalam Ayat-ayat Tamsil, Yogyakarta:
Mitra Pusaka.
Manna Khalil Al-Qatan, 2006. Pengantar
Ilmu Studi Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kausar.
------------ , 2001. Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an, cet.6, Pustaka Lintera Antar Nusa.
Supiana, dan
Karman, 2002. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Islamika.
Muhammad Chirzin, 1998. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa.
[1]Fuad kauma, Tamsil
Al-Qur’an: Memahami Pesan-pesan Moral dalam Ayat-ayat Tamsil, (Yogyakarta:
Mitra Pusaka, 2004), h. 5.
[2] Muhammad Chirzin. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998), h. 125.
[3]Supiana, dan
Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h. 253.
[4] Manna khalil
Al-Qatan, Pengantar Ilmu Studi Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,
2006), h. 352.
[5] Abdul Djalal, Ulumul
Qur’an, cet. 3 (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), h.309.
[6] Supiana, dan
Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h. 254.
[7]Fuad kauma, Tamsil
Al-Qur’an:..., (Yogyakarta: Mitra Pusaka, 2004), h. 338.
[8] Manna Khalil
Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.402.
[9] Fuad kauma, Tamsil
Al-Qur’an: ..., (Yogyakarta: Mitra Pusaka, 2004), h. 34.
[10] Manna Khalil
Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.402.
[11] Supiana, dan
Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h. 259-260.
[12] Manna Khalil
Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.402.
[13] Supiana, dan
Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h. 261-262.
[14] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[15] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[16] Abdul Djalal, Ulumul
Qur’an, cet. 3 (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), h.323.
[17] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[18] Abdul Djalal, Ulumul
Qur’an, cet. 3 (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), h.323.
[19] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[20] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[21] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[22] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[23] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[24] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[25] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.
[26] Manna Khalil
Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu ..., cet.6, (Pustaka Lintera Antar Nusa,
2001), h.409-411.