Rabu, 23 November 2016

OPTIMALISASI FUNGSI MASJID SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP PEMECAHAN KRISIS SPIRITUAL DAN MORAL REMAJA DI KOTA BANDA ACEH



OPTIMALISASI FUNGSI MASJID
SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN ISLAM
TERHADAP PEMECAHAN KRISIS SPIRITUAL DAN MORAL REMAJA DI KOTA BANDA ACEH

A.  Latar Belakang
            Masjid berasal dari akar kata “sajada-yasjudu-sujudan” yang mengandung arti tunduk dan patuh, maka hakikat dari masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, masjid dapat diartikan lebih jauh, bukan hanya sebagai tempat shalat dan berwudhu, akan tetapi juga sebagai tempat melaksanakan segala aktivitas kaum muslimin yang berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah SWT.[1]
            Hal ini disebutkan  dalam kitab suci Al-Qur’an  pada surat  At-Taubah ayat 18:
$yJ¯RÎ) ãßJ÷ètƒ yÉf»|¡tB «!$# ô`tB šÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# tP$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# óOs9ur |·øƒs žwÎ) ©!$# ( #|¤yèsù y7Í´¯»s9'ré& br& (#qçRqä3tƒ z`ÏB šúïÏtFôgßJø9$# .
Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.[2]
             Berdasarkan uraian di atas masjid merupakan tempat ibadah multi fungsi. Masjid bukanlah tempat ibadah yang dikhususkan untuk shalat dan i’tikaf semata. Masjid menjadi pusat kegiatan positif kaum muslimin dan bermanfaat bagi umat. Dari sanalah seharusnya kaum muslimin merancang masa depannya, baik dari segi agama, ekonomi, politik, sosial, dan pendidikan serta seluruh sendi kehidupan, sebagaimana para pendahulunya memfungsikan masjid secara maksimal.[3]
Hal ini sebagaimana yang telah difungsikan pendahulu pada masa Rasulullah SAW, masjid digunakan sebagai sarana untuk menyelenggarakan pendidikan Islam yaitu sebagai pusat pengemblengan umat Islam untuk menjadi pribadi yang tangguh dan mulia.[4] Selanjutnya seiring perkembanganya masjid menjadi tempat menghimpun kekuatan umat Islam baik dari fisik maupun mentalnya.[5]
Sebagaimana dalam sejarah Islam masjid merupakan madrasah pertama setelah Dar Al-Arqam bin Al-Arqam.[6] Dewasa ini masjid juga merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan pendidikan Islam, yang lebih dikenal dengan pendidikan nonformal.[7] Selain itu masjid memiliki fungsi yang sangat signifikan dalam mempersiapkan masyarakat, khususnya generasi muda atau remaja menjadi generasi yang mandiri dan berkarakter.[8]
Remaja sendiri merupakan aset terbesar di dalam masyarakat dan negara, remaja juga tulang punggung di dalam generasi manusia karena remaja dapat mengubah segala sesuatu yang ada di dalam kehidupan, namun sayang sekali orang tidak banyak melihat hal itu, seharusnya di era globalisasi sekarang ini, tentu banyak sekali yang diperpsiapkan diantaranya remaja yang baik, yaitu remaja yang dapat menggunakan segala yang ada di dalam dirinya untuk kepentingan seluruh manusia.
            Oleh karena itu masjid harus mempunyai kegiatan-kegiatan yang dapat menarik perhatian masyarakat yang berada di sekitar masjid terutama para remaja. sehingga dengan adanya beberapa kegiatan tersebut dapat mengoptimalisasikan fungsi masjid sebagai sarana pendidikan Islam dan dapat menjadi solusi terhadap pemecahan krisis spiritual dan moral remaja yang terjadi dewasa ini terutama di Kota Banda Aceh.
Dewasa ini berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan khususnya di Kota Banda Aceh, masalah moral para remaja merupakan permasalahan yang harus ditangani secara serius, gambaran beragam persoalan pada anak-anak dan remaja di lingkungan sekitar masjid yang menginjak usia remaja yaitu menyangkut masalah penyimpangan moral akibat pengaruh media massa, seperti acara-acara televisi yang berbau kekerasan, dan lain sebagainya.    
Berdasarkan pengalaman awal di kota Banda Aceh mengenai krisis moral dikalangan remaja tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan keresahan dilingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga, contoh sangat simple dalam hal ini antara lain; pencurian oleh remaja, perkelahian di kalangan siswa yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, menganggu wanita dijalan, perbuatan-perbuatan lain yang tercela seperti merokok, pergaulan bebas, mengedarkan pornografi dan corat-coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya.[9] Krisis moral di kalangan remaja dalam pendidikan juga dapat dilihat pada media masa Tribunnews Serambi Indonesia seperti pergaulan bebas, Free sex, ancaman pornografi, hamil di luar nikah, dan lain sebagainya.[10]
Penyimpangan prilaku dikalangan remaja juga dikemukakan oleh Illiza Sa'aduddin Djamal, Wakil Wali Kota Banda Aceh yang dikutip oleh Nidia Zuraya bahwa setelah bencana tsunami pada 2004, Aceh menjadi daerah terbuka, akibatnya pergaulan bebas kalangan remaja terutama seks bebas di Kota Banda Aceh kini memprihatinkan, sehingga dibutuhkan peran masyarakat untuk melakukan gerakan pencegahan.[11]
Berdasarkan beberapa persoalan yang dihadapi para remaja, remaja perlu mendapatkan tempat dan perhatian dari berbagai elemen masyarakat salah satunya berasal dari pengurus masjid (ta’mir masjid) yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik dan bermanfaat bagi masyarakat kususnya remaja seperti belajar ilmu tauhid dan ilmu akhlak, diskusi, adanya binaan remaja, bakti sosial, game-game yang dapat meningkatkan rasa solidaritas yang tinggi, diadakan kultum bergilir dari masyarakat kususnya remaja, serta memberikan contoh langsung untuk memiliki moral yang baik, akan tetapi bila diamati sebagian besar masjid di daerah Banda Aceh dewasa ini, maka akan banyak ironi yang terlihat, banyak masjid tampak megah tetapi sepi dari aktivitas.
Melalui kegiatan-kegiatan yang menarik yang dilasanakan oleh pengurus masjid (ta’mir) maka dapat mengoptimalkan fungsi masjid terutama terhadap pemecahan krisis spiritual dan moral remaja yang terjadi dewasa ini. Berdasarkan permasalahan di atas maka kajian ini terkait dengan optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana pendidikan islam terhadap pemecahan krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh menarik untuk diteliti lebih lanjut dalam karya ilmiah yang berjudul Optimalisasi Fungsi Masjid Sebagai Sarana Pendidikan Islam Terhadap Pemecahan Krisis Spiritual dan Moral Remaja di Kota Banda Aceh”.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana kedudukan dan fungsi Masjid dalam Islam?
2.    Bagaimana optimalisasi masjid sebagai sarana pendidikan di kota Banda Aceh?
3.    Bagaimana pengaruh optimalisasi masjid sebagai sarana pendidikan dalam mengatasi krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh?

C.  Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk:
1.    Untuk mengetahui kedudukan masjid dalam Islam;
2.    Untuk mengetahui optimalisasi masjid sebagai sarana pendidikan di kota Banda Aceh;
3.    Untuk mengetahui pengaruh optimalisasi masjid sebagai sarana pendidikan dalam mengatasi krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh.

D.  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk menambah khazanah pengetahuan mengenai optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana pendidikan dalam mengatasi krisis spiritual dan moral remaja khususnya di kota Banda Aceh;
2.    Bagi Pengurus Masjid (Ta’mir)
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengoptimalisasikan fungsi Masjid sebagai sarana Pendidikan Islam terhadap pemecahan krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh.
3.    Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.
4.    Bagi remaja
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk mengoptimalisasikan fungsi masjid sebagai sarana Pendidikan Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah spiritual dan moral remaja, khususnya di Kota Banda Aceh.

E.  Definisi Oprasional
1.    Optimalisasi Fungsi Masjid
Optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata optimal yang artinya terbaik atau tertinggi. Mengoptimakan berarti menjadikan paling baik atau paling tinggi, sedangkan optimalisasi adalah proses pengoptimalan sesuatu menjadi paling baik atau paling tinggi. Maka optimalisasi adalah sesuatu atau proses memaksimalkan sesuatu menjadi lebih bak dari yang sebelumnya.[12]
Adapun masjid merupakan tempat beribadah umat Islam, akan tetapi Masjid bukan hanya tempat untuk shalat saja, dapat juga dipergunakan untuk kepentingan sosial misalnya tempat belajar.[13] sebagaimana yang telah dimanfaatkan sebagai kegiatan sosial pada masa Rasulullah SAW.[14] Dewasa ini masjid telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsinya, sehingga masjid memiliki fungsi dan peran yang semakin terasa penting dalam kehidupan umat Islam pada masa sekarang. di antara fungsinya sebagai berikut:
a.    Tempat beribadah
b.    Tempat menuntut ilmu
c.    Tempat pembinaan umat
d.   Pusat dakwah dan kebudayah
e.    Pusat kaderisasi umat. [15]
Maka, berdasarkan uraian di atas yang dimaksud optimalisasi fungsi masjid oleh penulis ialah memaksimalkan atau menggunakan masjid lebih baik dari yang sebelumya sebagai sarana pendidikan Islam sebagaimana telah di fungsikan oleh pendahulu pada masa Rasulullah SAW, dan ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi krisis spiritual dan moral remaja khususnya di Kota Banda Aceh.

2.    Sarana Pendidikan Islam
Sarana di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan, alat, media.[16] Secara etimologi sarana adalah alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya ruang, buku, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya.[17]
Adapun Pendidikan Islam menurut Arifin ialah studi tentang proses kependidikan yang bersifat progresif menuju ke arah ke arah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas landasan nilai-nilai ajaran Islam.[18] Kemudian achmadi juga memaparkan pengertian pendidikan Islam bahwa segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.[19]
Sarana pendidikan Islam yang dimaksud penulis ialah masjid yang digunakan dengan cara yang lebih baik dari sebelumnya dengan tujuan untuk mengatasi krisis spiritual dan moral remaja khususnya di Kota Banda Aceh.





3.    Krisis Spiritual dan Moral
Krisis di dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan sebagai kemelut atau keadaan yang genting.[20] Maka dengan adanya suatu krisis, perlu adanya solusi sebagai jalan keluar agar krisis tersebut dapat diatasi.
Adapun kata “spiritual” merupakan bentuk derivansi dari kata “spirit”, dalam bahasa Inggris, “spirit” berarti a person’s mind atau person’s soul. Kemudian spiritual berarti human spirit atau human saoul atau not physical things. Spiritual dalam bahasa diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kejiwaan (rohani atau batin).[21]
Moral itu senditi berasal dari bahasa latin yaitu “mores” yang berasal dari suku kata “mos”. Mores berarti adat-istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai  kebiasan bertingkah laku yang baik, susila. moratola berarti yang mengenai kesusilaan (kesopanan, sopan satu, keadaban) oarang yang nsusila adalah orang yang baik budi bahasanya.[22]
Adapun yang dimaksud dengan krisis spiritual dan moral ialah kemelut atau keadaan yang genting yang dialami oleh remaja berhubungan dengan kejiwaan (rohani atau batin) dan kebiasan bertingkah laku, sehingga perlu adanya solusi sebagai jalan keluar agar krisis spritual dan moral dapat diatasi.
4.    Remaja
Remaja adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Remaja berasal bahasa latin adolescere yang berarti berkembang menuju kedewasaan. Masa remaja berarti tahap kehidupan yang berlangsung antara masa kanak-kanak (Chidhood) dan masa dewasa (adulthood).[23] 
Masa remaja adalah periode perkembangan dari masa kanak-kanak menuju kewewasaan. Kedewasaan yang dimaksud adalah kematangan dalam hal fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual. Rentang usia individu sebagai remaja berbeda-beda. [24]
Menurut papalia yang dikutip dalam jurnal provitae masa remaja berusia antara 11 tahun sampai dengan 20 tahun, sedangkan menurut sarwono yang dikutip dalam  jurnal provitae usia remaja berkisar 13 sampai dengan 19 tahun, namun definisi remaja untuk masyarakat Indonesia adalah individu yang berusia antara 11 tahun sampai 24 tahun dan belum menikah.[25]
Adapun remaja yang dimaksud penulis ialah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan dan berusia antara 11 tahun sampai dengan 24 tahun.

F.   Kajian Penelitian Terdahulu
Untuk menghindari terjadinya duplikasi penelitian, baik dari buku ataupun hasil penelitian lain perlu penulis tegaskan beberapa tulisan terdahulu sebagai berikut:
1.    Muhsinah Ibrahim dengan judul Pendayagunaan Mesjid dan Menasah Sebagai Lembaga Pembinaan Dakwah Islamiyah, yang dimuat dalam Jurnal Al-Bayan disimpulkan bahwa masjid dan meunasah ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana ibadah semata, tetapi juga merupakan pusat segala kegiatan sosial kemasyarakatan dan lebih jauh lagi masjid dan meunasah merupakan sentral segala kegiatan umat atau sering dikenal dengan Islamic Center. Hal ini terbukti dengan difungsikan masjid dan meunasah sebagai tempat ibadah ritual dan pengajaran pendidikan Islam, masjid dan meunasah juga berfungsi sebagai sosial kemasyarakatan seperti silaturrahmi untuk memperkuat persaudaraan, tempat pengumpulan zakat, infaq dan sedekah, tempat penyelesaian sengketa, lembaga solidaritas dan bantuan kemanusiaan, juga tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pemimpin umat Islam. Masjid dan Meunasah merupakan lembaga pertama dalam membangun sebuah komunitas masyarakat Islam di Aceh pada masa lalu dan sekarang, sehingga Pendidikan Islam sejak dari awalnya telah mengambil sikap bahwa masjid dan meunasah sebagai salah satu tempat untuk melatih anak didik yang sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatannya dalam segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etika Islam.[26]
2.    Muhsinah Ibrahim, dengan judul Dayah, Mesjid, Meunasah Sebagai Lembaga Pendidikan dan Lembaga Dakwah di Aceh, yang dimuat dalam Jurnal Al-Bayan disimpulkan bahwa Dayah merupakan institusi pendidikan Islam dan lembaga dakwah tertua di Aceh yang telah banyak menyumbangkan tenaga dan pemikirannya dalam membangun peradaban Islam di Aceh, begitu juga dengan Masjid dan Meunasah merupakan lembaga pertama dalam membangun sebuah komunitas masyarakat Islam. Di Aceh Masjid dan Meunasah pada masa lalu dan sekarang multifungsi, bahkan menjadi Islamic Center. Dengan kata lain, pembangunan Masjid merupakan upaya pembangunan komunitas dan peradaban Islam yang terus menerus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah ritual dan pengajaran pendidikan Islam, Masjid dan Meunasah juga berfungsi sebagai sosial kemasyarakatan seperti silaturrahmi untuk memperkuat persaudaraan, tempat pengumpulan zakat, infaq dan sedekah, tempat penyelesaian sengketa, lembaga solidaritas dan bantuan kemanusiaan, juga tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader dakwah yang kemudian menjadi pemimpin umat Islam. Pendidikan Islam sejak dari awalnya telah mengambil sikap bahwa dayah, masjid dan meunasah sebagai tempat untuk melatih anak didik yang sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatannya dalam segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etika Islam.[27]
3.    Fathurrahman, dengan judul Masjid Sebagai Pusat Pendidikan Islam Masa Klasik, yang dimuat dalam Jurnal Ilmiah kreatif disimpulkan bahwa tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan islam sejak masa klasik hingga masa modern tidak dapat dilepaskan dari sejarah masjid sebagai institusi awal dalam pendidikan islam klasik. Sebagai institusi pertama yang dibangun untuk mendidik umat setelah hijrah ke madinah, nabi menjadikan masjid sebagai basis utama lahirnya peradaban madani. Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah namun juga menjalani fungsi sosial, budaya, politik dan keamanan. Di masjid inilah pendidikan agama dalam bentuk yang paling dasar diberikan dan berkembang menjadi pusat kajian [28]beragam keilmuan Islam dengan pengajar dari para sahabat utama dengan sistem pengajaran halaqah yang berkembang hingga sekarang pada pondok pesantren modern. Pesatnya perkembangan zaman mengakibatkan masjid bertransformasi menjadi madrasah dan mengakibatkan fungsi masjid direduksi menjadi tempat ibadah semata. Upaya mengembalikan fungsi dan peran masjid sebagai pusat peradaban pada masa modern kembali marak dilakukan dengan harapan munculnya peradaban baru yang berbasis pada masjid.[29]
4.    Ruspita Rani Pertiwi, dengan judul Manajemen Dakwah Berbasis Masjid, yang dimuat dalam Jurnal MD disimpulkan bahwa fungsi dan peran masjid sangat ideal sebagai pusat kegiatan dakwah seperti telah dituntunkan Al-Qur'an dan ditauladankan Rasulullah SAW (1); Keprihatinan bahwa potensi masjid baik dalam segi kuantitas (jumlah dan kedekatan secara fisik dengan masyarakat) maupun kualitas (terdapatnya tokoh kharismatik, terdapat personil yang perduli kepada agama dan umatnya, tempat berkumpul berbagai elemen masyarakat) belum teraktualkan secara optimal sebagai pusat pengembangan dakwah (2), tulisan ini mengkaji tema mengembalikan fungsi masjid sebagai basis manajemen dakwah. Aktualisasinya melalui tiga level perbaikan dan pengembangan manajemen masjid dalam level mikro (penataan manajemen tiap masjid), level messo (bagaimana mendesain kegiatan masjid yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya), dan level makro (bagaimana membuat networking atau kerjasama antar masjid).[30]
Uraian di atas merupakan kajian penelitian terdahulu, hal ini dilakukan agar terhindar dari terjadinya duplikasi penelitian.

G. Kerangka Teori
Berdasarkan teori mengenai optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana pendidikan yang telah dipaparkan di atas, maka untuk lebih jelas dapat dilihat skema kerangka teori yang telah disedehanakan berikut ini:
Sprritual Remaja
 MASJID SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN UMAT

1.    Tempat beribadah;
2.    Belajar ilmu tauhid;
3.    Belajar ilmu akhlak;
4.    Diskusi mengenai pendidikan;
5.    Adanya binaan remaja;
6.    Bakti sosial;
7.     Game-game yang dapat meningkatkan rasa solidaritas yang tinggi;
8.    Diadakan kultum bergilir;
9.    Memberikan contoh moral yang baik.
Moral Remaja

Pemerintah

Masayarkat
 


















Gambar 1: Skema Kerangka Teori

H.  Metode Penelitian
1.    Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) karena penelitian ini didasarkan atas data-data yang dikumpulkan dari lapangan, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis data kualitatif. Penelitian kualitatif “merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati”.[31] Penelitian kualitatif juga termasuk penelitian yang menggambarkan, mengungkapkan, dan menjelaskan gejala (fenomena) yang terjadi dilapangan.[32]

2.    Populasi dan Sampel
Desain sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan tehnik bertujuan. Tehnik ini juga populer dengan sebutan purposive sampling. Purposive sampling yaitu “sampel bertujuan dengan memilih anggota populasi tertentu saja untuk dijadikan sampel. Purposive sampling adalah “teknik pengambilan sumber data berdasarkan pertimbangan tertentu, pertimbangan ini dibuat berdasarkan tujuan riset serta mencermati sifat atau ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya”.[33]
Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana Pendidikan Islam terhadap pemecahan krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh.  Maka, wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara langsung dengan para informan yaitu dengan 3 pengurus masjid, 3 guru pengajar pengajian, 3 remaja masjid, dan 6 remaja jamaah pengajian, yang ada di Banda Aceh. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pengumpulan data dalam penelitian, peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian setelah data-data terkumpul maka data tersebut dianalisis.

3.    Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data pada karya ini dikumpulkan melalui karya literatur lain (sumber skunder), dan data primer. Data primer adalah data yang di dapat dari individu atau perseorangan melalui wawancara (interview) yang bisa dilakukan oleh peneliti”.[34] Data primer merupakan hal yang sangat pokok dalam pembahasan sebuah permasalahan dan sebuah penelitian. Dengan demikian, yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah hasil observasi dan wawancara dengan pengurus mesjid dan remaja mesjid.
a)    Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan langsung kepada informan atau menanyakan beberapa pertanyaan secara tidak terstuktur kepada informan yang dilakukan secara terarah dan mendalam. Tujuan Wawancara ini untuk memperoleh gambaran mengenai optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana Pendidikan Islam terhadap pemecahan krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh. Wawancra ini dilakukan dengan para informan yaitu dengan 3 pengurus masjid, 3 guru pengajar pengajian, 3 remaja masjid, dan 6 remaja jamaah pengajian, yang ada di Banda Aceh
b)   Observasi adalah alat pengumpulan data yang dapat dilakukan secara spontan dan dapat pula dengan daftar isian yang telah disiapkan sebelunya. Teknik observasi ini digunakan untuk mengamati optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana Pendidikan Islam terhadap pemecahan krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh. Aspek yang akan diamati dalam penelitian ini adalah kegiatan-kegiatan yang diadakan di masjid, remaja masjid, guru pengajar pengajian..
c)    Dokumentasi merupakan data yang didapat dengan mengkaji dokumen/kepustakan dan untuk memperkuat data-data yang diperoleh dari analisis dengan berpedoman kepada data tertulis yang terkait dengan objek penelitian baik berupa buku, jurnal dan dokumen serta berbagai literatur lainnya yang relevan.

4.    Teknik Analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun dalam pola, memilih yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.[35]
Adapun pendekatan yang digunakan dalam metode analisis data yaitu dengan menggunakan metode induktif, proses induktif ini diterapkan berdasarkan data-data yang telah terkumpul melalui wawancara, observasi, dan penyimpulan dari hasil data tersebut.[36]
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa data dianalisis melalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, serta menggunakan metode induktif untuk  menganalisis data.

H.  Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman pemahaman, penulisan karya ilmiah berupa tesis ini dibagi lima bab yaitu:
Bab I, merupakan bab pendahuluan, yang mengkaji tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan kajian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II, membahas tentang landasan teori, menguraikan tentang kedudukan dan fungsi mesjid dalam Islam, optimalisasi mesjid sebagai sarana pendidikan di Kota Banda Aceh, serta pengaruh optimalisasi masjid sebagai sarana pendidikan dalam mengatasi krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh.
Bab III, membahas tentang metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, serta sistematika pembahsan dalam tesis ini.
Bab IV, membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan meliputi kedudukan dan fungsi mesjid dalam Islam, optimalisasi mesjid sebagai sarana pendidikan di Kota Banda Aceh, serta pengaruh optimalisasi masjid sebagai sarana pendidikan dalam mengatasi krisis spiritual dan moral remaja di Kota Banda Aceh.
Bab V, bab ini menjadi bagian terakhir dalam penulisan, yang disebut penutup, yang disebut penutup, yang membuat kesimpulan dan saran.

I.     Daftar Pustaka

Achmadi, 2005. Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amin Syukur, 2012. Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf, Jakarta: Erlangga.

Beni Ahmad Saebani, 2013. Menejemen Penelitian, Bandung: Pustaka Setika.

Dewi Agustina, “perilaku Menyimpang ABG Aceh Kian Memprihatinkan”, Tribunnews Serambi Indonesia, (25 Maret 2014).

Departemen Agama RI, 2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Syaamil Qur’an.

Fathurrahman, 2015. Jurnal Ilmiah “kreatif”: “Jurnal Studi Pemikiran Pendidikan Islam”, Dayah, Mesjid, Meunasah Sebagai Lembaga Pendidikan dan Lembaga Dakwah di Aceh, Vol. XII, No. 1, Januari.

Gusti Ngurah Agung, 2008. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Husain Umar, 2008. Metodelogi Penelitian untuk Skripsi Tesis Bisnis, Jakarta:  Grafindo Persada.

Hamid Darmadi, 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral, Bandung: Alfabeta.


Kaelan, 2012. Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner, Yogyakarta: paradigma.

Lina Silfia , 2013. Jurnal PAI, Peran Masjid Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Islam (Studi Kasus di Masjid At-Taqwa Ngares, Kadireso, Teras, Boyolali), Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lexy. J. Moelong, 2006.  Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Cipta Rosda Karya.
M. Arifin, 2003. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Muhsinah Ibrahim, 2013. Jurnal Al-Bayan, Pendayagunaan Mesjid dan Menasah Sebagai Lembaga Pembinaan Dakwah Islamiyah, Vol. 19, No. 28, Juli-Desember.

------- , 2014. Jurnal Al-Bayan, Dayah, Mesjid, Meunasah Sebagai Lembaga Pendidikan dan Lembaga Dakwah di Aceh, Vol. 21, No.30, Juli-Desember.

Nur Aisyah Handryant, 2010. Masjid sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat Integrasi Konsep Habluminallah Habluminannas, dan Habluminalalam, Malang: UIN Maliki Press.

Nidia Zuraya, “Seks Bebas Rambah Serambi Makkah”, repubika.co.id. http://republika.co.id/kanal/news/nasional, (25 Maret 2013).

Ruspita  Rani  Pertiwi, 2008 Jurnal  MD,  Manajemen  Dakwah Berbasis Masjid, Vol. 1, No. 1, Juli-Desember.

Rikard Bagun, 2009. Tuntutan Perubahan Perilaku. Jurnal Harian Kompas(Online), (http://jakarta45.wordpress.com/category/ artikel/page/382.html, diakses tanggal 09 Juli 2016.

Siswanto, 2005. Panduan  Praktis Organisasi remaja Masjid, Jakarta:  Pustaka Al-kausar.

Suharsimi Arikunto, 2002. prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Penyusun,  1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Jakarta: Balai Pustaka.

------- , 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 3, Jakarta, Balai Pustaka.

Veronica Valentini dan M. Nisfiannoor, 2006. Identity Achievement dengan Intimacy pada Remaja SMA,  Jurnal Provitae,  Volume 2, no.1, Mei.

Yusak Baharuddin, 2005.  Administrasi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.




[1] Nur Aisyah Handryant, Masjid sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat Integrasi Konsep Habluminallah Habluminannas, dan Habluminalalam, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 52.

[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Syaamil Qur’an, 2009), hlm.189.

[3] Lina Silfia, “Peran Masjid Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Islam (Studi Kasus di Masjid At-Taqwa Ngares, Kadireso, Teras, Boyolali)”, Jurnal PAI, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013), hlm. 1.

[4] Ruspita  Rani  Pertiwi, “Manajemen  Dakwah Berbasis Masjid, Jurnal  MD, Vol. 1, No. 1, ( Juli-Desember, 2008), hlm. 1.

[5] Ali Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi, penerjemah Arifin, Terj. Dirasatun Muqaaranatun Fit-Tarbiyatil Islamiyyah/Perbandingan Pendidikan Islam, Cet.2, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 22-23.

[6] Ali Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi, penerjemah Arifin, Terjemahan Dirasatun ..., hlm. 22-23.

[7] Nur Aisyah Handryant, Masjid sebagai ..., hlm. 52.

[8] Rikard Bagun, 2009. Tuntutan Perubahan Perilaku. Jurnal Harian Kompas (Online), (http://jakarta45.wordpress.com/category/artikel/page/382. html, diakses tanggal 09 Juli 2016.

[9] Hasil Observasi Penulis di kota Banda Aceh, tanggal 22-25 Agustus 2016.

[10] Dewi Agustina, “perilaku Menyimpang ABG Aceh Kian Memprihatinkan”, Tribunnews Serambi Indonesia, (25 Maret 2014), hlm. 1-3.

[11] Nidia Zuraya, “Seks Bebas Rambah Serambi Makkah”, repubika.co.id. http://republika.co.id/kanal/news/nasional, (25 Maret 2013),  diakses tanggal 22 Agustus 2016.

[12] Tim Penyusun,  Kamus Besar Bahasa Indonesia,  (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 682.

[13] Siswanto, Panduan Praktis Organisasi remaja Masjid, (Jakarta: Pustaka Al-kausar, 2005), hlm. 23.

[14] Siswanto, Panduan Praktis...,  hlm. 26.

[15] Siswanto, Panduan Praktis ..., hlm. 23-27.


[16] Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 3, (Jakarta, Balai Pustaka, 2007), hlm. 999.

[17] Yusak Baharuddin,  Administrasi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm.76.

[18]  M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm.4.

[19] Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 28-29.
[21] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm.43.

[22] Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 50.

[23] Veronica Valentini dan M. Nisfiannoor, Identity Achievement dengan Intimacy pada Remaja SMA,  Jurnal Provitae,  Volume 2, No. 1, Mei 2006, hlm. 6.

[24] Veronica Valentini dan M. Nisfiannoor, Identity Achievement ..., hlm. 6.
[25] Veronica Valentini dan M. Nisfiannoor, Identity Achievement ...,  hlm. 6.

[26] Muhsinah Ibrahim, Jurnal Al-Bayan, Pendayagunaan Mesjid dan Menasah Sebagai Lembaga Pembinaan Dakwah Islamiyah, Vol. 19, No. 28, Juli-Desember 2013, hlm. 81-94.



[27] Muhsinah Ibrahim, Jurnal Al-Bayan, Dayah, Mesjid, Meunasah Sebagai Lembaga Pendidikan dan Lembaga Dakwah di Aceh, Vol. 21, No.30, Juli-Desember 2014, hlm. 21-34.

[29] Fathurrahman, Jurnal Ilmiah kreatif: “Jurnal Studi Pemikiran Pendidikan Islam”, Dayah, Mesjid, Meunasah Sebagai Lembaga Pendidikan dan Lembaga Dakwah di Aceh, Vol. XII, No. 1, Januari 2015, hlm.1-12.

[30] Ruspita Rani Pertiwi, Jurnal MD, Manajemen Dakwah Berbasis Masjid, Vol. 1, No.1, Juli-Desember 2008, hlm. 53-75.

[31] Lexy. J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Cipta Rosda Karya, 2006), hlm.4 

[32] Gusti Ngurah Agung, Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 26.


[33] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 133.



[34] Husain Umar, Metodelogi Penelitian untuk Skripsi Tesis Bisnis, (Jakarta: Grafindo Persada, 2008), hlm.12.

[35] Beni Ahmad saebani, Menejemen Penelitian, (Bandung: Pustaka Setika, 2013), hlm. 105.

[36] Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta: paradigma, 2012), hlm. 200.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 11.  Surat Apakah di dalam al-Qur’an yang menerangkan tentang keesaan Allah swt? a.     al-‘Ashr b. ...